Monday 27 April 2015

KERAJAAN BALI KUNO SEBELUM MASUKNYA MAJAPAHIT

KERAJAAN BALI KUNO SEBELUM MASUKNYA MAJAPAHIT

 

Bali yang dikenal sebagai Pulau Dewata pada zaman duhulu kala sebelum kedatangan majapahit terdapat sebuah kerajaan yang muncul pertama kali di bali yaitu sekitar 914 M yang diketahui dari sebuah prasasti yang ditemukan di desa Blanjong,  Sanur, Denpasar  yang memiliki pantai matahari terbit.  Prasasti itu berangka tahun 836 saka yang menyebutkan bahwa nama rajanya adalah Khesari Warmadewa memiliki istana yang berada di Singhamandawa yang disebut juga Bhumi Kahuripan di sekitar Pura Besakih.

Khesari Warmadewa adalah Ugrasena pada tahun 915 M – 942 M.  Setelah meninggal, abu jenasah dari raja Ugrasena dicandikan di Air Madatu, lalu digantikan oleh mahkota Jayasingha Warmadewa (960 M – 975 M).  Dikatakan bahwa raja Jayasingha membangun dua pemandian di desa Manukraya, yang letaknya sekarang di dekat istana negara Tapaksiring Gianyar.

Raja Jayasingha Warmadewa digantikan oleh Raja Jayasadhu Warmadewa (975 M – 983 M), setelah beliau wafat digantikan oleh seorang Ratu yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi (983 M – 989 M).  Kemudian digantikan oleh Dharmodayana (989 M – 1011 M) yang disebut juga Raja Udayana.  Raja Udayana menikah dengan Gunapriayadharmapatni alias Mahendradatta yang berasal dari kerajaan Medang Kemulan jawa timur dan dari perkawinannya menghasilkan 3 orang anak yaitu : Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.  Kemudian Airlangga menikah dengan putri Raja Dharmawangsa yang merupakan raja dari jawa timur.

Pada saat Airlangga berada di Jawa Timur, Raja Udayana digantikan oleh Raja Marakata.  Raja Udayana wafat dan abu jenazahnya di candikan di Banu Wka.  Raja Marakata diberi gelar Dharmawangsa Wardana Marakatta Pangkajasthana Uttunggadewa yang memerintah di bali dari 1011 – 1022.   Kemudian digantikan oleh Anak Wungsu (1049 – 1077) yang memerintah selama 28 tahun dan dikatakan selama pemerintahannya keadaan negara aman dan tenteram.   Anak Wungsu tidak memiliki keturunan dan meninggal tahun 1077, beliau di dharmakan di Gunung Kawi, tepatnya di selatan Tapaksiring.   Setelah Anak Wungsu meninggal, keadaan kerajaan di Bali tetap mengadakan hubungan dengan raja-raja di Jawa.

Dikisahkan pada suatu masa, pihak kerajaan memiliki seorang patih yang kekuatannya sangat luar biasa. Patih itu bernama Ki Kebo Iwa, kekuatannya yang sangat terkenal di seantero Pulau Jawa dan Bali membuat kedudukan kerajaan semakin kuat dan sulit untuk ditaklukkan. Patih Kebo Iwa hidup bersamaan tepat pada masa Kerajaan Majapahit yang kemudian mulai berpikir untuk menaklukkan Bali. ( Klik disini > Selengkapnya tentang asal usul Kebo Iwa ).

Suatu ketika, Patih Kebo Iwa berhasil dibujuk untuk pergi ke Majapahit sebagai sebuah penghargaan terhadap dirinya oleh Patih Gajah Mada. Hal ini dilakukan karena Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit yang pada saat itu pergi ke Bali untuk menaklukkannya, namun tidak mampu karena ketangguhan pasukan di bawah pimpinan Patih Kebo Iwa.  Ketika sampai di Pulau Jawa, Patih Kebo Iwa diminta untuk membuatkan sebuah sumur. Dengan kekuatannya, hal itu tentu menjadi hal yang mudah bagi dirinya. Tetapi, kemudian muslihat pun dilaksanakan. Ketika Patih Kebo Iwa sedang menggali sumur, sumur itu pun ditutup dengan tanah dan batu-batu oleh para tentara Kerajaan Majapahit.

Mereka berniat untuk mengubur hidup-hidup Patih Kebo Iwa di dalam sumur itu. Namun, hal ini ternyata tidak berhasil karena saking kuatnya Patih Kebo Iwa, pasir dan batu-batu yang ditimpakan di atas Patih Kebo Iwa tadi berhasil dilontarkan ke atas. Itu membuktikan betapa kuatnya Patih Kebo Iwa dan tidak dapat dibunuh dengan cara seperti itu.

Pada akhirnya, Patih Kebo Iwa menyerahkan dirinya sendiri kepada Kerajaan Majapahit dan merelakan dirinya untuk dibunuh. Mengetahui hal ini, tentu pihak Kerajaan sangat marah. Kemudian, Patih Gajah Mada mengambil inisiatif berupa sebuah strategi perang untuk pergi ke Bali dengan berpura-pura menyerah dan minta diadakan perundingan di Bali.

Patih Gajah Mada berniat untuk menangkap Raja Bali pada saat itu, yakni Gajah Waktra dengan dalih menyerah dan ingin mengadakan perundingan di Bali. Ia pun berhasil hingga pada saat itulah kerajaan ini resmi runtuh dan berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit.  Tentang runtuhnya kerajaan Bali Kuno klik tautan berikut > Ekspedisi Gajah Mada Ke Bali.

Setelah Bali ditaklukan oleh kerajaan Majapahit, sebagian penduduk Bali Kuno melarikan diri ke daerah pegunungan yang disebut penduduk Bali Aga.  Sekarang keberadaan mereka dapat dijumpai di daerah Bali seperti di Desa Tenganan Karangasem,  Tenganan Pegringsingan, Desa Trunyan, dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka memiliki pakaian adat sendiri yang khas dimana bahan dan bentuknya sedikit berbeda dengan pakaian adat Bali pada umumnya.

Beberapa Prasasti dan Peninggalan Kerajaan Bali

Sudah menjadi sifat alamiah jika suatu peradaban meninggalkan berbagai macam benda bersejarah. Demikian juga dengan Kerajaan ini.  Banyak sekali peninggalan benda bersejarah yang ditinggalkan oleh kerajaan ini, seperti adanya Komplek Candi Gunung Kawi, terletak di Tampaksiring serta peninggalan prasasti-prasasti berikut ini :




          Prasasti berangka tahun Saka 804, 813, 818 dan 833/882, 891, 896 dan 911M, bahasa Bali kuno tertulis adanya pemerintahan Singha Mandawa. Prasasti yang berangka tahun Saka 804/882M selain tertulis nama pemerintahan Singha Mandawa, juga tertulis mantra Budha yang berbunyi: “Ye dharma prabhawa, hetun tesan tathagato hyawadat, tesanca yo nirodha, ewam wadi mahacramanah”.

Mantra tersebut sama dengan mantra yang tertulis di atas pintu Candi Kalasan Jawa Tengah dengan tahun Saka 700/778M. Hal itu mengisyaratkan bahwa sebelum Agama Budha ke Bali terlebih dahulu berkembang di Jawa, pada pemerintahan Singha Mandawa masuk ke Bali. Selain tertulis mantra Budha, prasasti tersebut juga menuliskan pemberian ijin kepada beberapa Bhiksu untuk membangun pertapaan dan pesangrahan di daerah perburuan bukit Cintamani (Kintamani).

Pada prasasti berangka tahun Saka 813/891M tertulis pemberian ijin kepada orang-orang Desa Turunan yang kemudian menjadi Desa Tarunyan sekarang bernama Desa Terunyan, untuk membangun bangunan suci guna memuliakan dan memuja Bethara Da Donta. Bangunan suci yang dimaksud sekarang bernama Pura Pancering Jagat. Prasasti berangka tahun Saka 804-864/882-942M diketahui adanya nama keraton Singha Mandawa.

Dalam huruf Bali tulisan “pa” hampir sama dengan “wa”, dengan demikian Singha Mandawa berarti keraton Singha, kata Mandawa berasal dari kata Mandapa yang artinya istana atau tepatnya pendapa istana. Kata Singha juga didapatkan pada prasasti berbentuk pilar yang tingginya 177Cm, diameter 62Cm di Belahjung (Belanjong) Sanur berangka tahun Saka 835 atau 913M. Pada bagian atas pilar bermahkota bunga teratai, gaya ukiran mahkotanya serupa benar dengan pilar-pilar yang terdapat di Malaya ataupun Sriwijaya. Pada prasasti tersebut tertulis Singha Dwara yang bermakna pintu masuk keraton Singha, dengan demikian ada hubungannya antara Singha Dwara dengan Singha Mandawa.

Menurut penulisan Narenda Dev. Pandit Shastri dalam bukunya Sejarah Balidwipa dikatakan prasasti yang menyebut-nyebut Kerajaan Singha Mandawa ada enam belas buah. Tujuh prasasti tidak menyebut nama raja atau pemerintahan seperti: prasasti Pura Desa Sukawana Saka 804, prasasti Bebetin Saka 818, prasasti Pura Desa Gobleg Saka 836, dua buah prasasti Terunyan Saka 813 dan 833, prasasti Pura Kehen Bangli dan Anggasari tanpa tahun. Sedangkan selebihnya yaitu sembilan prasasti menyebut nama raja Ugrasena Sri, dengan demikian Ugrasena Sri adalah keturunan dari Sri Kesari Warmadewa.

Sebuah piagam mempergunakan Candra Sangkala berbunyi: “KhēÇara wahni murti” atau Saka 835 atau 913M berbahasa Bali kuno, diketahui adanya pemerintahan Sri Kesari Warmadewa pusatnya di Singhamandawa yang sering juga disebut Bhumi Kahuripan di sekitar Pura Besakih. Kesari bermakna Singha dan Warmadewa adalah identitas dinasti yang pernah berkuasa di Bali. Dalam Raja Purana disebutkan ada seorang Raja yang berkuasa di Bali bernama Sri Wira Dhalem Kesari yang tiada lain adalah Kesari Warmadewa. Beliau amat tekun memuja Dewa-Dewa yang berparhyangan di Gunung Agung, tempat pemujaan tersebut bernama Mrajan Salonding atau Mrajan Kesari Warmadewa. (huruf Ç = Sh, jadi Çri = Shri, Keçari = Keshari).

Keberadaan Pura Besakih ketika itu masih sangat sederhana oleh Sri Kesari Warmadewa atau Sri Wira Dhalem Kesari tahun 917M dilengkapi beberapa Pura yang kemudian diberinama: Pura Gelap, untuk memuliakan dan memuja Iswara, Pura Kiduling Kreteg untuk memuja dan memuliakan Brahma, Pura Ulun Kulkul untuk memuja dan memuliakan Mahadewa, Pura Batumadeg untuk memuja dan memuliakan Wisnu, Pura Dalem Puri untuk memuliakan dan memuja Durga, Pura Basukihan untuk memuja dan memuliakan Naga Basukihan. Sri Kesari Warmadewa atau Sri Wira Dhalem Kesari pula yang memerintahkan rakyat Bali agar merayakan hari Nyepi setiap tahun pada sasih Citramasa atau Kesanga yang jatuh sekitar bulan Maret.

Sebuah contoh nyata dari Sri Kesari Warmadewa, bahwa beliau datang ke Bali untuk menyebarkan Buddha Mahayana, namun tidak menghilangkan Pura Basukihan yang dibuat oleh Maharsi Markandeya. Bahkan ikut andil membangun tempat-tempat pemujaan Dewa-Dewa, karena yang disebarkan adalah keutamaan pengetahuan yang sejati.

Adanya pemerintahan Sri Ugrsena diketahui berdasarkan 9 buah prasasti yang berangka tahun Saka 837-864/915-942 M, kesembilan prasasti tersebut berhubungan dengan Singha Manadawa. Kata pembukaan pada prasasti tersebut: “Yumu pakatahu” yang berarti ketahuilah, kemudian kata penutupnya “Turun di Pangalapuan Singha Mandawa” tidak ada bedanya dengan prasasti yang dikeluarkan oleh Singha Mandawa lainnya. Kecuali prasasti yang didapat di Bbahan berbeda pembukaannya, karena ditemukan hanya selembar plat tembaga sementara prasasti yang lain dua lembar, prasasti ini menuliskan nama Sang Ratu Sri Ugrasena.

Dalam sebuah pustaka kuno tertulis: “Tan titanan lawas ira haneng wihara i Parhyangan Puncak Payogan, i pancampuhaning banyu Oos, wakasan ri Saka 858 wulan palguna ri saklaning tritya, ri pajenengan sira Sang Ratu Sri Ugrasena ri Balidwipa mandala…..” dan seterusnya. Artinya tidak dikisahkan lamanya ada di Wihara atau Parhyangan Puncak Payogan, di Campuhan (pertemuan sungai-sungai) Sungai Oos, kemudian tahun Saka 858 sasih kewulu (sekitar Februari 936), tatkala berkuasanya Sang Ratu Sri Ugrasena di pulau Bali…..” dan seterusnya.

Sembilan prasasti yang berangka tahun Saka 837-864/915-942M, garis besarnya menuliskan nama seorang raja yaitu Ugrasena yang berkuasa di Bali, sedang di Jawa Timur waktu itu diperintah oleh Raja Sendok atau Sindok. Penulisan tersebut mengisyaratkan bahwa pemerintahan Sri Ugrasena di Bali sezaman dengan Raja Sendok di Jawa Timur.

Di Desa Pejeng terdapat dua prasasti di atas batu yang tulisannya sudah tidak jelas, salah satunya hanya terbaca candra sangkala yang berbunyi: “mantra marga manusasana”, padanan dalam tahun Saka 841/919M. Prasasti yang lainnya pada dasarnya menginformasikan bahwa setelah terbakarnya istana Agni Nripti, beliau mendirikan arca pratima Punta Hyang pada tahun Saka 875/953M. Punta Hyang berarti Mahaguru atau Maharsi Agastya.

Di daerah Kintamani ada empat prasasti berangka tahun Saka 877-889, dikeluarkan atas nama Sang Ratu Aji Tabanendra Warmadewa dengan permaisuri Ratu Sri Subadrika Warmadewi. Adanya raja tersebut juga ditemukan pada tiga prasasti di Manik Liu yang berangka tahun Saka 877/955 M, bulan Srawana, tanggal 1, menuliskan nama raja tersebut di atas. Prasasti di Kintamani yang berangka tahun Saka 889/967M, bhadrapada, çuklapaksa, tanggal 6, diantaranya tertulis: Sang Ratu sang sidha dewata sang lumah di air madatu. Yang maksudnya adalah raja Sri Ugrasena.

Adanya raja Candrabhaya Singha Warmadewa diketahui dari beberapa buah prasasti, Sri Candrabhaya Singha Warmadewa berkuasa di Bali selama 18 tahun, sejak tahun Saka 878-896/956-974 masehi. Pada piagam dari batu di Desa Manukaya Tampaksiring tertulis: “Swasti Çakawarsa tita 884 Kartika Çukla(tra) yodani, rgaspasar wijayapura, tatkala sang ratu (Sri) Candrabhaya Singha Warmadewa, mesamahin tirtha Mpul…….” dan seterusnya. Yang berarti pada tahun Saka 884, sasih kapat, ketika bulan terang 13 (tanggal ping 13) sekitar Oktober 962, hari pasaran kajeng, pada waktu itulah Baginda Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa membangun permandian Tirtha Mpul.

Di Pura Sakenan Desa Manukaya ada sebuah batu bertuliskan huruf Bali yang ditutup kain putih, setiap tahun diupacarai di Tirtha Mpul. Tulisan tersebut telah dibaca pertama oleh Dr Stuuerhein dalam bukunya “Oudheden van Bali” tulisan pada batu tersebut ditulis pada tahun Saka 884/962M. Nama raja yang tersebut pada tulisan itu adalah “Candra Bhaya Singha Warmadewa” yang selanjutnya mendirikan Tirtha Mpul. Kedua dibaca oleh Dr L.C.Damais sarjana Prancis nama raja yang tertulis adalah E(e) Jaya Singha Warmadewa tahun Saka 882atau 960M. Sumber-sumber pustaka lainnya menuliskan pendiri Tirtha Mpul pada tahun Saka 884/962M adalah Candrabhaya Singha Warmadewa, seandainya tulisan tersebut masih utuh mungkin saja nama raja yang dimaksud adalah Candrabhaya Singha Warmadewae

Adanya nama raja Jana Sadhu Warmadewa diketahui dari Prasasti di Desa Sembiran Buleleng yang berangka tahun Saka 897 atau 975M, disana tertulis nama Sang Ratu Sri Jayasadhu Warmadewa. Selain itu tertulis juga bahwa bila pertapaan Dharmakuta rusak diwajibkan penduduk Desa Jula Tejakula Buleleng mengadakan perbaikan dibantu oleh Desa Indrapura, Bubun Dalam dan Hiliran. Bila terjadi perang atau perampokan di pertapaan Dharmakuta penduduk Desa Jula wajib mempersenjatai diri dan memberi bantuan.
Dalam struktur kerajaan lama, Raja – raja Bali dibantu oleh badan penasehat yang disebut “Pakirakiran I Jro Makabehan” yang terdiri dari beberapa Senapati dan Pendeta Syiwa yang bergelar “Dang Acaryya” dan Pendeta Buddha yang bergelar “Dhang Upadhyaya”. Raja didampingi oleh badan kerajaan yang disebut “Pasamuan Agung” yang tugasnya memberikan nasihat dan pertimbangan kepada raja mengenai jalannya pemerintahan. Raja juga dibantu oleh Patih, Prebekel, dan Punggawa – punggawa.

Sistem Kepercayaan masyarakat pada masa itu yaitu menyembah banyak dewa yang bukan hanya berasal dari dewa Hindu & Buddha tetapi juga dari kepercayaan animisme mereka.  Sedangkan mata pencaharian penduduknya yaitu bercocok tanam, peternakan dan berburu, serta perdaganan.

Berikut ini Raja-raja Bali sebelum Majapahit yang datanya di dapat berdasarkan prasasti :

1. Sri Kesari Warmadewa (Saka 835/913M)
2. Sri Ugrasena (Saka 837-864/915-942M)
3. Agni Nripati (Saka 841-875/953-953 M)
4. Tabanendra Warmadewa (Saka 877-889/955-967 M)
5. Candrabhaya Singha Warmadewa (Saka 878-896/956-974M) –> Pendiri Tirta Empul.
6. Jana Sadhu Warmadewa (Saka 897/975M)
7. Gunapryadharmapatni-Dharmodayana Warmadewa (Saka 910-933/998-1011M)
Memiliki tiga Putra :
a. Airlangga (Kemudian menjadi Raja Kahuripan/Sebelum disebut Kadiri)
b. Marakata
c. Anak Wungsu

8. Sri Adnya Dewi (Saka 933-938/1011-1016M)
9. Marakata Pangkaja Sthana Tunggadewa (Saka 938-962/1016-1040M)
10. Anak Wungsu (Saka 971-999/1049-1077M)
11. Sakalendu Kirana (Saka 1020-1023/1088-1101M)
12. Suradipa (Saka 1037-1041/1115-1119M)
13. Jaya Çakti (Saka 1055-1072/1133-1150M)
14. Ragajaya (Saka 1077-1092/1155-1170M)
15. Jayapangus (Saka 1099-1103/1177-1181M)
16. Arjaya Deng Jayaketana (Tidak diketemukan tahunnya, namun dari cara penulisan dan isinya diperkirakan antara Jayapangus dengan Ekajayalancana)
17. Ekajayalancana (Saka 1122-1126/1200-1204M)
18. Adhikuntiketana (Saka 1126/1204M)
19. Masula Masuli
20. Pameswara Sri Hyangning Hyang Adhidewalancana (Saka 1182-1208/1260-1286M)

Serangan Prabhu Kerthanegara Raja Singhasari Saka 1208/1286M
Pemerintahan Bali di bawah Singhasari :
1. Kryan Demung Sasabungalan (Saka 1206/1284M)
2. Kebo Parud Makakasir (Saka 1206-1246/1284-1324M)
a. Kedatangan para Arya dan Rohaniwan Kerajaan Singhasari
b. Kedatangan Para Mpu Keturunan Sapta Rsi bersama Bhujangga

Runtuhnya Singhasari, Bali kembali Mandiri :
1. Bethara Sri Maha Guru (Saka 1246/1324M)
2. Sri Walajaya Krethaningrat (Saka 1250-1259/1328-1337M)
3. Asta Sura Ratna Bumi Banten (Saka 1259-1265/1337-1343M)kap tebuka dalam mengeluarkan pendapat.

Demikian sejarah kerajaan Bali Kuno yang saya kutip dari berbagai sumber,  semoga bermanfaat…..

No comments:

Post a Comment