Thursday 30 April 2015

ASAL USUL KEBO IWA PUTRA BALI YANG TANGGUH

KEBO IWA PUTRA BALI YANG DISEGANI OLEH GAJAH MADA



Pada zaman dahulu di desa Bedahulu wilayah kabupaten Tabanan, Bali, hiduplah sepasang suami istri yaitu Ki Demang yang terkenal dengan lurah Bekung ( Lurah-sakti dan bekung ). Beliau telah lama tidak memiliki putra sedangkan Ki Demang ini sangat dihormati, disegani, oleh kawan dan lawan, beliaulah yang menciptakan Yeh ngenu, hasil dari membedah-hulu sungai, sehingga desanya disebut dengan desa Bedah-Hulu (bukan bedahulu) yang tadinya desanya adalah kering krontang, tandus dengan adanya Yeh Ngenu, maka desanya menjadi subur makmur, sampai terkenal kesuburannya didaerah Bali.
Hanya sayang beliau tidak punya keturunan, akhirnya dengan menggunakan Mantramnya untuk Nyeraya Putra (Nunas kesidian ngelungsur Putra) dengan jalan Agni Gotra, beliau mohon kepada Sang Pencipta untuk diberikan keturunan. Namun karena niat yang terlalu besar untuk mempunyai keturunan sehinnga secara tidak sengaja istrinya menyampaikan permohonan yang berlebihan . "Asalkan diberkati putra, berapapun kuat makan putranya itu akan diladeni” demikianlah konon sosot / sesangi tambahan yang nyeplos dari istri Ki Demang tersebut.  Waktu pun berlalu sampai akhirnya sang istri mulai mengandung, betapa bahagianya mereka. Beberapa bulan kemudian, lahirlah seorang bayi laki-laki. Bayi tersebut hendak disusui oleh ibunya, namun jarinya terus menunjuk ke arah sebuah nasi kukus. Bahwa nantinya anak ini akan menjadi tokoh besar, sudah nampak tanda- tandanya sejak dini.

Bayi itu menangis merengek seolah meminta sesuatu.  Sang Ibu kasihan mendengar rengekan sang bayi , Ibu kemudian mengambil nasi kukus tersebut dan mencoba untuk memberikannya pada bayi. Ibu bergumam dalam hatinya : Apakah anak ini ingin merasakan nasi kukusan ini? Umurnya belum cukup untuk makan nasi”

Tak disangka ternyata bayi tersebut memakan nasi kukus tersebut dengan lahapnya. Ibu bayi tersebut menampakkan keterkejutan yang sangat. Ketika baru lahir, anak tersebut sudah bisa untuk memakan nasi… Ibu: ” Astaga, Kau telah berikan anak yang luar biasa, ya Hyang Widi… Ternyata yang lahir bukanlah bayi biasa. Ketika masih bayi pun ia sudah bisa makan makanan orang dewasa. Anak itu tumbuh menjadi orang dewasa yang tinggi besar.  Karena itu ia dipanggil dengan nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau.

Kebo Iwa makan dan makan terus sehingga lama kelamaan habislah harta orang tuanya untuk memenuhi selera makannya. Mereka pun tak lagi sanggup memberi makan anaknya.  Dengan berat hati mereka meminta bantuan desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung desa. Penduduk desa kemudian membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa. Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya. Tapi lama-lama penduduk merasa tidak sanggup untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka meminta Kebo Iwa untuk memasak sendiri. Mereka cuma menyediakan bahan mentahnya. Bahan-bahan pangan tersebut diolah oleh Kebo Iwa di Pantai Payan, yang bersebelahan dengan Pantai Soka.

Danau Beratan merupakan tempat dimana , Kebo Iwa biasanya membersihkan diri, walaupun jaraknya cukup jauh namun dengan tubuh besarnya jarak tidak menjadi masalah baginya, dia bisa mencapai setiap tempat yang diinginkannya di wilayah Bali dengan waktu singkat. Kebo Iwa memang serba besar. Jangkauan kakinya sangat lebar, sehingga ia dapat bepergian dengan cepat. Kalau ia ingin minum, Kebo Iwa tinggal menusukkan telunjuknya ke tanah. Sehingga terjadilah sumur kecil yang mengeluarkan air.

Walaupun terlahir dengan tubuh besar, namun Kebo Iwa adalah seorang pemuda dengan hati yang lurus. Suatu ketika dalam perjalanannya pulang dari Danau beratan, Tampak segerombolan orang dewasa yang tidak berhati lurus, Dari kejauhan para warga desa merasa sangat cemas. Tampak seorang dari mereka tersita perhatiannya pada seorang gadis cantik. Laki-laki itu menggoda gadis ini dengan kasar, gadis ini menjadi takut dan enggan berbicara. Laki-laki itu semakin bernafsu dan tangan-tangannya mulai melakukan tindakan yang tidak senonoh.

Tiba-tiba Kebo Iwa muncul di belakang gerombolan tersebut, mencengkeram tangan salah seorang dari mereka, nampak kegeraman terpancar dari wajahnya, laki-laki itu menjerit kesakitan, gerombolan itu sangat terkejut melihat Kebo Iwa yang begitu besar, ketakutan nampak dari raut muka gerombolan tersebut.  Gerombolan tersebut lari tunggang langgang.  Demikianlah Kebo Iwa membalas jasa baik para warga desanya dengan menjaga keamanan di mana dia tinggal. Tubuh yang besar sebagai karunia dari Sang Hyang Widi dimanfaatkan dengan sangat baik dan benar oleh Kebo Iwa. 


Pada abad 11 Masehi, sebuah karya pahat yang sangat megah dan indah dibuat di dinding Gunung Kawi, Tampaksiring. Kebo Iwa yang memahat dinding gunung dengan indahnya, hanya dengan menggunakan kuku dari jari tangannya saja. Karya pahat tersebut dibuat hanya dalam waktu semalam suntuk, menggunakan kuku dari jari tangan Kebo Iwa. Pahatan tersebut diperuntukkan memberikan penghormatan kepada Raja Udayana, Raja Anak Wungsu ,Permaisuri dan perdana menteri raja yang disemayamkan disana.  Raja Anak Wungsu adalah raja yang berhasil mempersatukan Bali.

Salah satu hal yang paling istimewa dari Kebo Iwa adalah kemampuannya untuk membuat sumur mata air. Kebo Iwa dengan segenap kekuatan menusukkan jari tangannya ke dalam tanah. Dengan kekuatan jari tangannya yang dahsyat, dia mampu mengadakan sebuah sumur mata air, hanya dengan menusukkan jari telunjuknya ke dalam tanah. Beragam kemampuan yang luar biasa tersebut, menyebabkan timbulnya daya tarik tersendiri dari pribadi seorang Kebo Iwa. Dan kekuatan luar biasa itu, menyebabkan seorang raja yang berkuasa keturunan terakhir dari Dinasti Warma Dewa, bernama Sri Astasura Bumi Banten menginginkan Kebo Iwa untuk menjadi salah satu patihnya di wilayah Blahbatuh, yang juga dikenal dengan sebutan Raja Bedahulu.  Kebo Iwa diangkat menjadi Patih kerajaan dan saat itu dia mengucapkan Janji bahwa selama Kebo Iwa masih bernafas Bali tidak akan pernah dikuasi.


Sumber: http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/
 

 

No comments:

Post a Comment